Translate

Jumat, 30 Mei 2014

Rosalina Endang Jempormasse: Darah Seni Mengalir dari Ayahnya


Rosalina Endang Jempormasse
Foto-Foto: Dok. Pribadi
“Info Koor: Sabtu 12 Oktober jam 3 sore di rumah Endang. Snack Bu Sari, Bu Carol. Aqua Pak Happy. Dimohon hadir ya Bapak/Ibu, latihan bersama Yoan organis.Tks”
Begitu salah satu bunyi pesan yang biasa dikirim Rosalina Endang Jempormasse, sang dirigen koor  Wilayah St Stefanus ke peserta koor yang berasal dari warga Komunitas Umat Basis (KUB) A,B, dan C dalam seminggu sebelum latihan koor berlangsung melalui pesan pendek yang dikirim via BBM, WhatsApp Group dan sms biasa maupun Facebook group Wilayah St. Stefanus.

Endang identik dengan seni suara. Perempuan kelahiran Saumlaki ini mengaku tertarik dengan dunia seni lantaran ayahnya, Mathias Jempormasse adalah seorang guru yang juga pencinta seni (seni suara, seni lukis, seni musik, seni ukir).

“Ayah saya bisa nyanyi, mencipta lagu (lagu ciptaannya antara lain berjudul Lelemuku yang artinya Bunga Anggrek, Mars HUT Kodam XV Pattimura), membuat patung, membuat guitar/biola. Beliau juga bisa bermain guitar/biola/piano/suling bambu. Ayah saya meninggal saat saya berumur 10 tahun dan saya sangat percaya, saya mempunyai darah seni yang mengalir dari ayah saya dan pastinya akan turun ke cucu-cucunya,”jelas ibu dari Mathias Aji Chndro Triono (17) dan  Agnes Widorini Fajarpratiwi (8).

Aji bermain  saxophone
Bakat seni suara dan menjadi dirigen telah dilakoni Endang sejak duduk di bangku SMP Katolik St Dominikus Savio Larat, di Kecamatan Tanimbar Utara kota Larat, SMP dimana dulu ayahnya mengajar dan sebagian besar gurunya adalah murid ayahnya.

Suatu ketika, cerita Endang, saat ada kunjungan Imam baru, Endang disuruh menjadi dirigen dan kebetulan sekali lagu yang mereka nyanyikan adalah lagu karangnya ayahnya. Endang mengaku sangat senang bercampur terharu.

Setamat SMP St. Dominikus Savio Larat, Endang melanjutkan ke jenjang SMA di kota Ambon, tepatnya di SMA Katolik St Xaverius Ambon. Di kota Ambon, Endang tinggal di asrama dari tahun 1985-1994 hingga menamatkan kuliah, di Asrama Puteri Atma Kencana, milik Suster Puteri Bunda Hati Kudus. “Di sini, kami hampir setiap hari latihan belajar not dan bernyanyi. Saya aktif di koor lingkungan maupun koor gereja. Saya tidak pernah belajar menjadi dirigen,”ungkap perempuan energik ini.

Sebelumnnya, sambil kuliah di Universitas Patimura, Ambon dengan mengambil jurusan Sosiologi, anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Mathias Jempormasse seorang guru dari Saumlaki desa Lauran Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Liem So Tju keturunan Tionghoa, seorang Pedagang, sudah memilih kerja part time di Keuskupan Amboina bersama Mgr A.P.C. Sol MSC selama 2 tahun. Setelah itu Endang bekerja di  Sekretariat Paroki Katedral Ambon. Tugas Endang kala itu adalah mengetik teks liturgi misa, mencatat atau membuat Surat Baptis/Kematian/Pernikahan dan administrasi gereja lainnya. Jadi, Endang kuliah pagi dan kerja sore.

Rini bermain piano
Endang kemudian berkenalan dengan Joseph Lokan, aktivis gereja di Katedral Amboina yang  juga  pimpinan perusahaan yang kini Endang bekerja.

“Bos saya orang Katolik dan setelah selesai Kuliah Kerja Nyata (KKN), beliau meminta saya bekerja di kantornya di bagian Finance. Padahal, beliau sudah tahu bahwa saya lulusan Sosiologi. Tapi, puji Tuhan saya bisa menyesuaikan diri. Sejak tahun 1992, saya bergabung di perusahaan tersebut,”kenang penyuka parfum White Musk.

September 2000, Endang bersama keluarga hijrah ke Jakarta. Sebelum tinggal di Depok, Endang bersama keluarga tinggal di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan  selama kurang lebih 7 tahun. April 2008 keluarga ini pun memilih tinggal di Grand Depok City Cluster Anggrek, Depok, Jawa Barat.

Ihwal hijrahnya keluarga Budi Panca Prasetyo yang juga suami Endang ke Jakarta berawal ketika tahun 1999, Ambon dan sekitarnya dilanda kerusuhan. Suami Endang yang bekerja di Ambon serta  perusahaan tempat kerja Endang  pun harus pindah ke Jakarta akibat kerusuhan tersebut.

Ditunjuk Jadi Dirigen
Bapak-bapak tim Stefanus Choir
Tahun 2008 pula Endang resmi menjadi Dirigen untuk Wilayah St Ignatius Loyola, wilayah yang kini telah dimekarkan menjadi wilayah baru bernama Wilayah St. Stefanus.

”Awal jadi dirigen itu, waktu Ignola  masih bergabung gabung dengan Wilayah St. Agustinus. Pada saat misa ke-2, dirigennya berhalangan dan misa hampir mulai dan tak ada yang memimpin. Saat itu semua nunjuk saya dan kata mereka ayo bu Endang mimpin. Saya juga bingung gimana mimpinnya, dirigen aja ngga pernah, mau gimana lagi misa sudah mulai terpaksa deh gemetar dan keringat dingin. Setelah itu Romo Tauchen Hotlan Girsang bilang, St Ignola mulai saat ini pisah dan Bu Endang mimpin. Dalam hati saya, waduh gawat nih bagaimana caranya? Ternyata Roh Kudus bekerja dan Ignola bisa mandiri koornya selama 4 tahun  dengan jadwal latihan seminggu 2 kali yaitu Selasa dan Kamis, setiap pukul 20.00-22.00 wib malam. Semuanya dijalani dengan penuh ikhlas,”kenang adik dari Dominikus Savio Jempormasse, Kapolres Kupang, NTT.

  Ibu-ibu tim Stefanus Choir
Setelah Endang dan sebagian warga wilayah St Ignola pisah dan bergabung dengan wilayah baru St Stefanus, Endang masih tetap menjadi dirigen dan pelatih koor. Di St Stefanus sejak tahun 2012, Endang tampak lebih total melayani. Berbagai gebrakan dilakukan Endang. Mulai dari soal grooming. Endang pula yang mengusulkan seragam koor. Batik merah tanda semangat koor St Stefanus yang tak pernah padam.

Meski demikian perempuan yang mengaku suaranya jelek alias fals ini pun melewati suka-duka dalam pelayanan tersebut. Sukanya, apabila semua anggota koor hadir rutin mengikuti latihan. Ketika suasana latihan tampak canda-tawa, saling berbagi satu sama lain sehingga tidak sekadar latihan, ketika tampil di gereja membawakan lagu dengan baik, ketika tidak ada yang tersinggung dan berusaha untuk tidak menyinggung perasaan orang.

Suasana saat latihan koor
“Dukanya adalah di  saat hujan dan yang hadir sedikit orang, ketika saya kurang mengerti baca not dan tanda-tanda biramanya. Kadang pengen ikut pelatihan/les dirigen namun masalah waktu karena saya juga kerja. Sementara kalau pas cuti biasanya untuk keluarga,”jelas perempuan yang mau dikenang orang sebagai penyemangat bagi orang lain.

Endang rupanya punya impian dengan koor yang dipimpinnya.“Impian saya, ingin agar semua warga di wilayah St Stefanus bisa membaca not, ikut koor dan bisa kompak memuji Tuhan. Semua orang pasti bisa bernyanyi asal mau belajar. Di kelompok koor kami tidak hanya kumpulan orang pintar bernyanyi tetapi diberi kesempatan juga bagi yang tidak bisa bernyanyi untuk sama-sama berlatih membaca not,”ungkap  perempuan yang mengaku memuji Tuhan itu dua kali lipat dari berdoa.

Stefanus Choir masa depan
Meski baru memasuki usia setahun, Endang bersama tim koornya dipercaya untuk tugas koor misa malam Natal 25 Desember 2013. Latihan pun mulai dilakukan sejak 20 Oktober 2013 lalu. Semua lagu sudah dilatih dan kini tinggal diperhalus.

Dedikasinya di lingkungan yang kini akrab dengan sebutan wilayah, khususnya koor mendapat dukungan penuh dari suami dan anak-anaknya. Selain bernyanyi, Endang juga anggota Dewan Keuangan Paroki Santo Paulus Depok, Legio Maria, akan tetapi karena benturan waktu sementara ini sebagai anggota auxilier.

Endang menyadari betul bahwa darah seni ayahnya itu pasti mengalir ke anak-anaknya.“Anak saya yang pertama Mathias Aji sejak TK, suka menggambar dan minta belajar musik tapi karena kami tinggal di Pasar Minggu yang bolak balik harus lewat rel kereta dan tidak ada yang mengantarnya, maka terpaksa belum bisa les. Nah, setamat SD, kami pindah ke Depok dan langsung saya ikutkan les gitar. Setelah les gitar, dia sendiri yang minta untuk ikut les saxophone. Sementara adiknya Agnes, dari TK  A sudah ikut les piano, les nyanyi, les biola. Semuanya mereka yang minta dan  kami orang tua hanya mengikuti keinginan mereka. Puji Tuhan mereka enjoy, Aji dan Rini mulai berani tampil di Gereja dan itu tujuan utama kami agar mereka bisa memuji dan memuliahkan Tuhan lewat talenta yang mereka miliki,”terang pehobi bekerja, shopping, dan masak.

Tetap semangat Bu Endang!“Bersorak-sorailah bagi Allah, hai seluruh bumi, mazmurkanlah kemuliaan nama-Nya, muliakanlah Dia dengan puji-pujian......”(Mazmur 66:2).(Farida Denura)


BIODATA
Nama                               : Rosalina Endang Jempormasse
Jenis kelamin                   : Perempuan
Tempat, tanggal lahir       : Saumlaki, 04 Oktober 1970
Status                              : Menikah
Suami                              : Budi Panca Prasetyo
Anak                                : 2 orang : Mathias Aji Chndro Triono (17 tahun) dan
                                           Agnes Widorini Fajarpratiwi (8 tahun)   
E-mail                              : rosalina_endang@yahoo.com

Pendidikan Formal:

1976 - 1982 : SD  GPM Arma
1982 - 1985 : SMP St. Dominikus Savio Larat
1985 - 1988 : SMA Xaverius Ambon
1988 - 1992 : Program Sarjana (S-1) Sosiologi Universitas Pattimura, Ambon

Hobi:

Menyanyi, bekerja, shopping, masak

Falsafah Hidup:

 “Tantangan, Menjadi Peluang  dan Menjadikan Diri Lebih Baik”










6 komentar:

  1. Semangat melayani mbak Endang patut dicontoh... Semoga selalu diberi sehat dan kekuatan dalam berkarya.

    BalasHapus
  2. Bu Lucy terima kasih. Siap-siap Guru Sekolah Minggu jadi Sosok. Salah satu pelayanan penting di KUB A. Mempersiapkan generasi KUB A mendatang. Tugas maha penting dan hanya yang terpanggil saja yang melakukan itu Bu...Tunggu giliran....hehehe...

    BalasHapus
  3. Makasih ya mb lucy u supportnya ya bu....mhn dukungan ya bu kdg semangat ini suka kendor bu he he

    BalasHapus
  4. Makasih bu farida yang luar biaasa..Gbu

    BalasHapus
  5. Keep Spirit, Bu Endang....
    Niat yang murni dan tulus demi kemuliaan nama Tuhan, pasti akan selalu diberkati oleh-NYA

    BalasHapus