Translate

Selasa, 31 Desember 2013

Perjuangan Politik-Kekuasaan Perempuan

Oleh: Farida Denura, S.Sos, MM

PRAKTEK politik di ranah kekuasaan-politik kekuasaan-senantiasa dihubungkan dengan power to, yang merupakan kekuatan positif (dari kekuasaan) untuk melakukan segala kebijakan politik kenegaraan. Kekuasaan di arena politik sebagai power to dalam tawaran ilmuwan Jem Belshtam adalah politik kekuasaan dalam menyelesaikan persoalan kenegaraan dengan lebih memilih cara bernegosiasi, berunding, melobi dan kompromi.

Di samping itu, kekuasaan dalam politik senantiasa juga dihubungkan dengan power over, yaitu sesuatu yang dipandang oleh ilmuwan feminis, seperti Kate Millet, Marilyn French dan Shulamith Firestone - sebagai kekuatan negatif (dari kekuasaan). Ciri-cirinya adalah otoritatif, diskriminatif, pemaksaan kehendak, dan lain-lain. Inilah ciri khas praktek politik yang maskulin dalam arena kekuasaan yang senantiasa teridentifikasi dalam 'ruang' politik sepanjang sejarah peradaban.

Dengan kata lain, politik diskriminatif - pemaksaan kehendak inilah yang kemudian menggiring orang pada asumsi bahwa politik itu identik dengan kekuasaan dan kekuasaan itu identik dengan kekuatan - dalam arti persaingan. Dan persaingan adalah dunianya laki-laki, karena ia berwatak maskulin. Kelompok atau orang-orang yang lemah secara fisik, termasuk kaum perempuan yang secara fisik dengan segala stereotipe dianggap lemah, dikatakan tidak cocok bermain dalam arena politik kekuasaan.

Perjuangan Perempuan
Kini pola pikir seperti itulah yang membuat kaum perempuan menjadi makhluk yang termarjinal dalam politik. Dalam kampanye-kampanye politik, perempuan hanya dinilai sebagai penyumbang suara potensial ketimbang sebagai konstituen politik, sehingga isu-isu aktual seputar perempuan yang dilontarkan oleh parpol pun hanya sebatas meraup suara untuk pemenangan pemilu. Materi-materi yang dikedepankan parpol sangat jarang berbicara mengenai isu perempuan, seperti kekerasan dalam rumah tangga, pemerkosaan, kodrat perempuan, peran ganda perempuan, hak-hak perempuan bekerja, hak-hak reproduksi, dan lain-lain.

Boleh dikatakan bahwa sebagian besar parpol masih menempatkan perempuan dalam peran domestik atau masih bias gender dalam memandang permasalahan dan kepentingan perempuan. Hingga saat ini pun kita belum tahu dengan jelas platform parpol dalam Pemilu 2009 yang bersentuhan langsung dengan masalah-masalah perempuan. Kalaupun dalam platformnya menyebut masalah perempuan, ternyata ketika itu mereka belum memiliki kesepahaman yang komprehensif mengenai masalah perempuan.

Bukan hanya itu, dari kacamata para pejuang perempuan itu, dalam sidang-sidang di parlemen pun isu-isu krusial tentang perempuan tidak mendapatkan tempat yang cukup memadai. Untuk itu, mereka terus memperjuangkan agar terjadi peningkatan jumlah perempuan dalam 'forum-forum' politik pengambil keputusan; seperti di parlemen, jabatan-jabatan penting di parpol, bahkan juga dalam jabatan-jabatan eksekutif.

Sejatinya! Partisipasi politik perempuan dilihat sebagai keharusan untuk dapat ambil bagian penting dalam setiap kepentingan politik.Padahal, jika ditilik secara lebih saksama, sebenarnya ini merupakan potret paling kelam yang mencerminkan cinta diri (solipsisme) berlebihan dari para pencipta sejarah yang umumnya laki-laki yang sengaja menampilkan pandangan mereka yang senantiasa menyuarakan peradaban patriaki yang kadang-kadang penuh dengan pemaksaan kehendak itu.

Tetapi, yang menarik adalah di tengah perkembangan peradaban manusia dan bangsa yang terus maju, perjuangan kaum perempuan di ranah politik kekuasaan ini semakin menemukan sosok sejatinya dalam bangunan politik masyarakat yang masih kerap terjadinya kekuasaan politik maskulinitas yang mensubordinasikan perempuan tersebut. Dalam perjuangan itu, kaum perempuan senantiasa menegaskan dirinya sebagai entitas otonom dan mendesakkan agenda politik perempuan kepada parpol.

Bahwasanya, kepincangan yang memiriskan antara laki-laki dan perempuan telah menimbulkan berbagai kepentingan perempuan dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara kerap terabaikan di setiap ranah kebijakan pengambilan keputusan di jalur politik, terutama di lingkungan parpol. Sehingga dalam proses perjuangan itu dimungkinkan terjadinya komunikasi kritis dan intensif di tengah masyarakat yang dapat menumbuhkan kesadaran dan pendewasaan perempuan sebagai salah satu subyek politik yang menentukan bangunan politik masyarakat.

Salah satu kejelian dari kalangan pejuang hak-hak politik perempuan hingga saat ini adalah dengan memperbandingkan quota representative yang telah dicapai negara lain. Ani Widyani Soetjipto, pengarang esai Affirmative Action Untuk Perempuan di Parlemen, yang sudah diterbitkan menjadi buku Panduan Parlemen Indonesia, hasil karya API, menyimpulkan bahwa 'Konsep affirmative action terbukti ampuh untuk meningkatkan representatif jumlah perempuan di parlemen dan telah dilakukan oleh banyak negara di dunia".

Dalam buku tersebut, Ani menampilkan daftar jumlah anggota perempuan di parlemen di dunia, di mana Indonesia sebelum Pemilu 2004 peringkatnya masih rendah, yakni no. 74 dengan 8 persen. Pada umumnya terdapat peringkat rendah pada banyak negara berkembang. India dan Bangladesh punya anggota DPR perempuan sekitar 9 persen. Yang tertinggi di Swedia dengan 42 persen, di Belanda 36 persen.

Di Asia Pasifik, angka rata-ratanya 14,5 persen yang lebih tinggi sedikit ketimbang rata-rata di dunia. Tetapi, Indonesia dengan hanya 8 persen menskor lebih rendah dari pada Vietnam, China, Malaysia, Filipina, dan Laos. Tetapi, angka untuk Indonesia lebih baik daripada Singapura 6,5 persen dan Jepang 7,5 persen.Di samping itu, di Afrika, di zaman Nelson Mandela berkuasa, mereka menerapkan 30 persen bagi perempuan dalam lembaga eksekutif dan legislatif. Bahkan, China yang memberi quota 10 persen pada kaum perempuannya, dalam prakteknya malah bisa mencapai 26 persen. Australia malah tinggi sekali, yaitu memberi quota 50 persen. Partai Buruh Inggris juga 50 persen, India 35 persen dan Denmark 40 persen.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia kini? Itulah menariknya, di mana lewat perjuangan yang cukup taktis, hasilnya sudah dapat dilihat, di mana DPR pada Pemilu 2004 yang lalu sudah meloloskan UU Pemilu sebagai suatu kesepakatan maksimum dalam fraksi-fraksi DPR yang menetapkan quota 30 persen bagi perempuan untuk calon anggota legislatif, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Hanya saja muncul pertanyaan adalah bagaimana hal ini dalam prakteknya pada pemilu 2009 nanti? Tampaknya seperti dalam Pemilu 1999 dan Pemilu 2004, soal quota representative dan affirmation action, misalnya, belum semua parpol sanggup menempatkan celegnya yang perempuan sesuai dengan quota 30 persen.

Namun, perlu dicatat bahwa perolehan quota 30 persen yang kini mesti dinikmati oleh para politisi perempuan ini akan menjadi sia-sia jika kaum perempuan tidak mengasah dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya sendiri. Karena, komunitas politik kita di legislatif, misalnya, tidak bisa hanya diisi oleh perempuan yang tidak berkualitas politik, dan masuknya kaum perempuan di komunitas politik hanya karena ingin memenuhi quota perempuan.

Demokrasi dan kualitas SDM
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh masyarakat, bangsa dan negara dalam usaha memajukan kualitas politik kaum perempuan. Pertama adalah bangunan budaya politik rakyat sekaligus juga pendidikan politik rakyat. Artinya, peningkatan pendidikan politik rakyat hanya bisa terjadi jika bangunan budaya politik rakyat lebih dulu dibangun dan dikembangkan. Adalah bangunan budaya patriakal yang umumnya dianut bangsa ini harus segera dikelola lagi dengan bangunan-bangunan budaya yang lebih memerhatikan masalah-masalah kesetaraan gender. Kedua, dalam suasana kehangatan membangun dan mengembangkan kehidupan yang demokratis, peran negara dan mayoritas masyarakat dalam strata atau struktur sosial budaya dan politik apa pun, sebaiknya diposisikan secara pas dalam kerangka kehidupan yang berkeadilan.

Kehidupan yang berkeadilan adalah kehidupan yang tanpa diskriminasi. Kehidupan yang penuh diskriminasi dalam sosial kemasyarakatan, akan sangat berpengaruh pada kehidupan politik yang melibatkan kaum perempuan. Kehidupan yang berkeadilan yang saling menghormati, tanpa diskriminasi dan pemaksaan kehendak mesti tertuang dalam 'album' demokrasi. Karena memang, suatu tuntutan dalam 'album' demokratisasi adalah suatu proses di mana tidak ada lagi kesenjangan antara mereka yang terlalu berkuasa dan mereka yang selalu diabaikan.

Sinkronisasi atau sinergi antara kedua kelompok, yang kuat dan yang lemah menjadi tuntutan dalam demokratisasi tersebut. William Connolly dalam bukunya Politic and Ambiguity, (1987), menulis, kehidupan politik modern yang demokratik dan beradab senantiasa membantu dan membuka peluang bagi golongan yang kurang berkuasa dan termarjinalisasikan untuk menemukan suaranya sendiri dan mungkin juga untuk mengembangkan lingkup (space), di mana ia dapat menjadi dirinya sendiri dan bukan semata-mata mengabdi kekuasaan yang ada.*

(Penulis adalah Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan, PP Pemuda Katolik Periode 2006-2009).

Diterbitkan di Harian Umum Pos Kupang, Edisi Rabu, 06 Agustus 2008]

Rabu, 25 Desember 2013

Perempuan di Jagat Politik

Oleh: Farida Denura, S.Sos, MM

PEREMPUAN Indonesia belakangan ini seolah sedang menapaki suatu tahap baru dalam perkembangan peradaban bangsa. Hal ini dilihat dari antusiasme kaum perempuan dalam jagat politik nasional, baik dalam tingkatan parpol maupun dalam tingkatan yang lebih berani, yaitu mencalonkan diri menjadi anggota legislatif (caleg), baik untuk DPR maupun untuk DPRD. Apakah caleg dari kalangan perempuan ini hanya sebagai caleg yang sekadar memenuhi syarat pemenuhan quota dengan bernomor urut sandal, atau bernomor urut jadi? Ini tergantung pada kapasitas dan perjuangan politik perempuan.

Keberanian kaum perempuan ini tentu tidak terlepas dari semangat afirmasi yang sudah diusung lewat UU No. 10/2008 tentang Pemilu yang sedianya Pasal 53 yang mengatakan, daftar bakal calon memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan dan Pasal 55 yang mengatakan, setiap tiga orang bakal calon sekurang-kurangnya terdapat satu orang perempuan bakal calon.

Semangat afirmasi ini dibingkai dalam sistem pemilu proporsional daftar terbuka “terdaftar” menggunakan BPP sekurang-kurangnya 30 persen dan nomor urut dalam penentuan calon terpilih (Pasal 214). Tetapi, bagaimana dalam prakteknya? Ini ternyata masih sulit dijawab, barangkali sesulit perempuan meyakinkan kepada kaum laki-laki bahwa dirinya sanggup berpolitik.

Tulisan ini tidak secara spesifik menyoroti tentang masalah caleg perempuan, tetapi mengurainya dalam lingkup politik secara keseluruhan dalam ranah budaya patriarkhi.

Diskriminasi
Dalam jagat politik, baik lewat kajian budaya atau sosial dapat dikatakan bahwa sampai saat ini dirasakan tempat perempuan di posisi yang lebih rendah dari laki-laki. Fisik perempuan dijadikan pembenaran pada terbentuknya pandangan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah, pembagian kerja yang berbeda pada anak perempuan dan anak laki-laki di dalam rumah tangga, telah menjadi pembudayaan yang sistematis bahwa perempuan berada dalam lingkup domestik yang nilainya lebih rendah ketimbang laki-laki.

Peran paradigmatik sebagai maskulin dan feminim dalam dasawarsa terakhir memang telah mengalami perubahan, atau pengembangan ke arah kesetaraan, tetapi semua itu masih dalam domain yang sangat terbatas. Berbagai keputusan dalam hidup lingkup rumah tangga seperti pembelian rumah, kesempatan pendidikan bagi keluarga mampu, sudah mulai tidak membedakan antara lakii-laki dan perempuan.

Tetapi, bagaimana dengan jagat politik yang disoroti dalam esai ini? Sampai saat ini dominan politik masih dirasakan sebagai dominan laki-laki oleh sebagian masyarakat. Artinya, tidak dapat disangkal, dalam jagat politik, peran dan posisi kaum perempuan di Indonesia masih mengalami situasi yang agak diskriminatif. Penempatan perempuan hanya sebagai calon pelengkap-mendapatkan nomor sandal adalah politik diskriminatif yang masih terjadi saat ini dalam momen yang paling aktual. Ironis?

Memang ironis, karena di Indonesia jumlah perempuan dalam Pemilu, mendominasi kaum laki-laki. Perempuan dengan jumlah massa pemilihnya yang lebih besar ketimbang laki-laki berpotensi besar dalam memenangkan Pemilu untuk sebuah parpol kalau partai pandai mengemas strategi yang baik yang memenuhi selera politik kaum hawa ini. Sayangnya, situasi ini pun tidak dimaksimalkan oleh para politisi dari kalangan perempuan.

Ketidakcermatan kaum perempuan dalam membentuk wacana politik dan memperjuangkannya secara meyakinkan dalam gerbong politik, akan semakin meyakinkan kalangan laki-laki bahwa perempuan Indonesia masih buta atau belum pandai berpolitik. Situasi ini semakin merangsek perempuan ke wilayah yang masih tabu dan buta dalam politik. Belum lagi tatkala perempuan diberondong dengan berbagai wacana yang tidak menguntungkan diri dalam ranah budaya dan digiring ke dalam ranah teologis yang menjeratkan kaum perempuan, seperti perempuan tidak pantas menjadi pemimpin, ibarat perempuan tidak bisa jadi pastor atau imam yang memimpin ekaristi?

Kita mengambil sebuah contoh kasus dalam kancah politik Indonesia, yakni sewaktu sosok Megawati Soekarnoputri, putri mendiang presiden pertama RI, Soekarno, mencalonkan diri sebagai presiden pada Pemilu 1999. Perdebatan apakah seorang perempuan dapat menjadi pemimpin bangsa, sebagai presiden? Bagi umat Islam di Indonesia, kehadiran figur pemimpin perempuan memang menjadi kontroversi yang tidak kunjung henti. Meskipun ketika itu kelompok Cendekiawan Muslim Modernis memperbolehkan kepemimpinan perempuan, tetapi tidak mudah bagi kelompok Islam tradisionalis untuk menerimanya.

Perdebatan masalah kepemimpinan politik perempuan dalam konteks kekinian –antara layak atau tidaknya, memang tidak lain merupakan sebuah konsekuen logis bagi rakyat Indonesia yang dikungkung budaya patriakhi dan mayoritas penduduknya beragama Islam yang memiliki landasan teologis yang tidak memperkenankan kaum perempuan sebagai pemimpin seperti menjadi kiai, atau masih mustahilnya perempuan menjadi pastor dalam ranah teologi Katolik?

Baik dalam ranah teologis maupun dalam ranah budaya Indonesia yang patriakhi, memang keberadaan kaum keturunan Hawa ini cenderung dipahami dan ditempatkan secara diskriminatif. Ini juga sebagai halnya bagaimana sulitnya perempuan menempatkan peran dan posisinya dalam wilayah publik. Kesulitan ini akan tetap sulit jika kaum perempuan sendiri tidak diberi ruang yang memadai dalam mengembangkan potensi intelektualnya lewat jalur pendidikan, ketika orang tua masih menomorsatukan anak laki-laki dalam meneruskan pendidikan tinggi ketimbang anak perempuan.

Hal yang terakhir ini harus menjadi pusat perhatian semua pihak. Bagi para perempuan di jagat politik atau para aktivis feminisme barangkali perlu menggarap agenda-agenda advokasi, pendamping dan pendidikan politik, sekaligus pendidikan jender demi peningkatan SDM perempuan.

Kesempatan
Dalam ranah budaya, posisi perempuan memang terasa masih sangat sulit menyejajarkan diri dengan kaum laki-laki, apalagi dalam dunia persaingan yang sangat keras seperti dunia politik ini. Tetapi, perjuangan ke arah itu tentu tidak mustahil mengalami peningkatan. Tuntutan demokratisasi dan kemajuan peradaban dunia sangat memungkinkan hal itu. Tentu saja dalam perjuangan itu kaum perempuan harus tidak melupakan kodratnya sebagai seorang perempuan yang melahirkan dan memiliki sifat-sifat kelemahlembutan.

Namun, satu hal yang perlu dicatat bahwa perjuangan perempuan di jagat politik di era demokrasi dan di saat telah diberlakukannya sistem quota, harus dilihat sebagai sebuah peluang emas bagi kaum perempuan untuk memperjuangkan nasibnya di jagat politik yang berkesetaraan jender. Persoalan kini kembali kepada kaum perempuan sendiri, apakah mereka sanggup berjuang bukan saja memenuhi ambisi politiknya, tetapi terutama mengangkat harga diri, harkat dan martabat kaumnya? Para politisi perempuanlah yang menjawabnya!

Yang jelas, keterwakilan kaum perempuan di jagat politik dalam mempengaruhi mainstream partai dan juga mempengaruhi pembuatan keputusan dalam produk politik di DPR dan DPRD saat ini semakin penting dan urgen demi perbaikan nasib kaum perempuan sendiri.(*)

Penulis adalah Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan, PP Pemuda Katolik Periode 2006-2009.

[Diterbitkan di Harian Umum Pos Kupang Edisi, Jumat, 05 September 2008]

Jumat, 20 Desember 2013

Unjuk Kreasi dan Atraksi Anak-Anak Wilayah St Stefanus


Vito & Rini sedang latihan biola
Sukacita menyambut perayaan Natal dan Tahun Baru, disambut beragam oleh tiap orang maupun keluarga. Keluarga besar Wilayah St. Stefanus misalnya bersemangat memeriahkan acara perayaan Natal, Tahun Baru, plus pesat nama wilayah dengan beragam aktraksi dari anak-anak dan kaum remaja. 

Seperti yang berlangsung pada hari Sabtu tanggal 14 Desember 2013 lalu. Puluhan anak antusias berlatih dalam rangka persiapan pelaksanaan hari-H tersebut, yang rencananya bakal digelar bulan Januari 2014 mendatang. 
 
Hadir dari tiga Komunitas Umat Basis: A, B, dan C para remaja dan anak-anak bersemangat menunjukan kreasinya melalui tari (dance) dan kesenian angklung plus permainan keyboard yang dipimpin Bapak Nugroho. Anak-anak asuhan Bapak Junaidy, bahkan lebih dulu mempersiapkan performa mereka untuk wilayah tersebut. 
 
Suasana saat latihan
Menurut ibu Sari dan Pak Junaidy, selama ini mereka memang memiliki ‘sanggar’ sebagai wadah dalam mengembangkan bakat dan kemampuan mereka di bidang seni. Maka ketika rencana pesta nama didengungkan, kaum muda dan anak-anak langsung sigap menyuguhkan tarian dan atraksi angklung yang sebelumnya sudah disiapkan oleh Pak Nugroho.

KUB A yang dimotori ibu Lucy, turut memeriahkan acara dengan sajian atraksi dan koor anak-anak usia 3-7 tahun. Salut untuk bakat dan keberanian anak-anak tersebut dalam membawakan lagu-lagu medley bertema Natal. Meski bernyanyi dengan hafalan, alias tidak memakai teks lagu, toh kemampuan mereka dalam bernyanyi layak mendapat apresiasi. Ketua Wilayah, Bapak Tommy juga turut hadir mendampingi proses latihan. 
 
Rencana perhelatan ‘akbar’ tersebut bakal melibatkan keterlibatan anak-anak, kaum remaja, dan OMK. Disamping para Ortu (Bapak dan Ibu) sebagai panitia pelaksana. Ke depan, mungkin baik jika kaum muda pun dapat terlibat sebagai Panitia. Mari bersama kita meriahkan acara Natal, Tahun Baru, dan Pesta Nama yang pertama kali diadakan ini, sehingga berjalan lebih semarak dan meriah. Tuhan memberkati !(Merry Martens)


Sabtu, 14 Desember 2013

Nama Lain Santa Klaus di Beberapa Negara

Sosok Santa Claus (Duduk)

Sosok Santa Klaus yang baik hati mulai sangat populer karena kebaikan hatinya yang gemar berbagi kue dan permen saat Natal. Tak heran jika Natal sangat identik dengan Natal. Kakek gendut berjanggut panjang ini diyakini sebagai penggambaran kebaikan hati yang terilhami oleh Santo Nicholas. 

Santo Nicholas memang dikenal gemar berbagi pada sesama yang membutuhkan. Semangat saling memberi untuk menebar kebahagiaan inilah yang membuat sosok Santa Klaus ini jadi panutan anak-anak.

Namun, uniknya semua anak-anak di seluruh dunia punya panggilannya sendiri untuk Santa Klaus. Berikut beberapa negara yang punya panggilan unik untuknya

1. La Befana (Italia) 
La Befana di Italia
Anak-anak Italia tidak mengenal adanya Santa Klaus, namun mereka mengenal sosok La Befana. Sosok ini sebenarnya mirip sosok nenek sihir lengkap dengan sapu terbangnya. Namun sama seperti Santa Klaus, La Befana juga akan memberikan hadiah pada anak-anak di Italia. Jika mereka berbuat baik maka La Befana akan memberikan hadiah dalam kaus kaki yang digantung dekat cerobong asap. Tetapi jika anak-anak nakal, ia akan mengisi kaus kaki anak-anak dengan sebongkah arang. 

2. Papa Noel (Spanyol) 
Di Spanyol, Santa Klaus disebut sebagai Papa Noel.Namun berbeda dengan cerita kebanyakan, Papa Noel tidak akan membawakan mainan untuk anak-anak. Namun, di beberapa daerah di Spanyol, anak-anak diberitahu jika mereka nakal maka Papa Noel akan membawa mereka pergi.

Sedangkan sosok pembawa hadiah Natal dari Spanyol adalah Tiga orang Majus atau yang dikenal dengan Los Tres Reyes Magos. Dan hari ini dirayakan pada Three Kings Day (6 Januari). 

3. Joulupukki (Finlandia)
Joulupukki di Finlandia
Karena janggutnya yang panjang dan putih, warga Finlandia memanggil Santa Klaus dengan sebutan Joulupukki. Nama ini berarti domba Natal. Ketika akan membagikan hadiah, Joulupukki akan mengetuk pintu setiap rumah sambil berkata "Onko taalla kiltteja lapsia?" yang berarti "Adakah anak baik di sini?" 

4. Hoteiosho (Jepang) 
Sosok Santa Klaus yang satu ini memang berasal dari Jepang. Namun jangan bayangkan Santa Jepang ini sama seperti Santa Klaus kebanyakan. Hoteiosho sebenarnya adalah seorang pendeta yang baik hati. Dia selalu digambarkan sebagai seorang pria tua yang membawa sebuah kantung besar di punggungnya seperti Santa Klaus. Ia diperkirakan memiliki mata di belakang kepalanya, agar bisa melihat kelakuan anak baik dan anak nakal. 

5. Dun Che Lao Ren (China) 
 Di China, Santa Klaus disebut dengan Dun Che Lao Ren yang berarti kakek Natal. Dun Che Lao Ren ini akan datang dan mengisi kaus kaki Natal yang digantung dengan aneka hadiah.

Sosok kakek ini sedikit berbeda, karena sang kakek Natal ini menggunakan baju merah bergaya Shanghai lengkap dengan topi tradisional dan motif busana khas China. Dan yang uniknya, Santa Klaus ini juga digambarkan sebagai sosok kakek asli China dengan matanya yang sipit.(Sumber: dari berbagai sumber/www.kompas.com)






Jumat, 13 Desember 2013

5 Keunikan Perayaan Natal di Indonesia


DESEMBER adalah bulan yang berbahagia bagi semua orang karena bulan terakhir dalam hitungan masehi, dan banyaknya toko-toko yang menyelenggarakan diskon. Namun khususnya umat Kristiani, Desember adalah sebuah perayaan kelahiran Yesus Kristus, sebuah hari raya besar yang memiliki kesan berbeda setiap tahunnya. Di Indonesia yang penganut agama Kristen-nya cukup signifikan, dan dengan kemajemukan budaya dan suku, menjadikan perayaan Natal berbeda-beda di satu kota ke kota lainnya. Berikut 5 keunikan perayaan Natal di Indonesia:

 
1. Rabo-Rabo
Rabo-Rabo (Foto-Foto: Ist)

Di Jakarta ada Kampung Tugu. Dikenal sebagai tempat komunitas warga keturunan Portugis bermukim. Di Kampung Tugu ada tradisi unik dalam merayakan Natal, yakni setelah kebaktian warga berziarah ke kuburan yang terletak di samping gereja. Kemudian mereka menjalankan tradisi ‘Rabo-Rabo’, yaitu bermain musik keroncong dan menari bersama sambil keliling kampung untuk mengunjungi sanak keluarga. Setiap penghuni rumah yang habis dikunjungi wajib mengikuti rombongan pemain keroncong sampai ke rumah terakhir. Puncak perayaan terdapat dalam tradisi ‘mandi-mandi’. Warga berkumpul di rumah sanak familinya, lalu mereka dengan serunya saling mencoret-coret muka satu sama lain dengan bedak putih sebagai simbol membersihkan kesalahan yang lalu menjelang tahun baru.

2. Wayang kulit
Wayang Kulit

Di Yogyakarta, perayaan Natal penuh dengan nuansa budaya. Biasanya pendeta memimpin ibadah dengan memakai baju beskap dan blangkon, memakai bahasa Jawa halus, lengkap dengan pertunjukan wayang kulit bertema “Kelahiran Kristus”. Di sana juga ada tradisi saling mengunjungi pada tanggal 25 Desember seperti seperti Lebaran. Tidak jarang anak-anak juga mendapat angpau pada saat silaturahmi.

3. Kunci Taon
Perayaan Natal di Manado diadakan sejak 1 Desember dengan ibadah pra-Natal yang dilaksanakan tiap hari sampai Natal tiba. Sayuran paling dicari menjelang Natal di sini adalah buncis. Banyak juga keluarga yang memiliki tradisi menjenguk kuburan kerabatnya dan makan
Kunci Taon
bersama di sana, biasanya menjelang tahun baru. Pada momen itu, kuburan sekalian dibersihkan dan terkadang ditambahi lampu hiasan. Rangkaian kemeriahan Natal ini berakhir pada Minggu pertama Januari dengan tradisi kunci taon, di mana warga pawai keliling kampung dengan kostum-kostum lucu.

4. Meriam Bambu (Indonesia Timur)
Di Flores, Natal identik dengan meriam bambu yang diledakkan nyaris di tiap sudut kota pada malam Natal. Anak muda biasa begadang semalaman pada 24 Desember sambil sesekali main kembang api. Di Ambon, Natal diwarnai bunyi sirine kapal dan lonceng gereja yang dibunyikan serentak pada tengah malam 24 Desember. Momen ini juga identik dengan pertemuan keluarga besar.Tradisi unik lainnya ada di Papua. Warga Papua memiliki tradisi pesta barapen atau bakar batu, yakni sebuah ritual kuliner lokal untuk mengolah babi sebagai ungkapan kebahagiaan Natal. Selain itu, di banyak tempat dipasang dekorasi bertema kelahiran Yesus, lengkap dengan lagu-lagu Natal yang diputar 24 jam.
 
 
Marbinda
5. Marbinda
Masyarakat Batak di Sumatera Utara mengenal tradisi bernama ‘Marbinda’. Yaitu, tradisi menyembelih seekor hewan bersama-sama di hari raya. Hewan yang disembelih merupakan hasil kesepakatan menabung bersama antara beberapa orang, dari beberapa bulan sebelumnya. Jika jumlah peserta patungan banyak, hewan yang disembelih bisa kerbau. Akan tetapi, jika sedikit biasanya hanya babi. Pada hari-H, mereka melakukan marhobas (pemotongan dan pembagian bersama) hewan tersebut.(Sumber: Dari berbagai sumber & www.uniknya.com)

Kamis, 12 Desember 2013

Paus Jadi ‘Tokoh Tahun 2013' versi Majalah TIME

Paus Fransiskus ‘Person of the Year 2013
Majalah berita internasional TIME memilih menganugerahkan kehormatan sebagai ‘Person of the Year 2013’ atau ‘Tokoh Tahun 2013’ kepada Paus Fransiskus terutama karena kerendahan hati dan kasih sayangnya. 

“Dalam waktu sangat singkat, audiensi ekumenis, global, dan luas menunjukkan kerinduan besar untuk mengikutinya,” tulis Redaktur Pelaksana TIME, Nancy Gibbs, dalam artikel yang menjelaskan keputusan media itu.

“Karena mengeluarkan kepausan dari istana dan membawanya ke jalan-jalan, karena mempertemukan agama terbesar di dunia dengan kebutuhannya yang paling dalam, dan karena mengimbangkan penghakiman dengan belas kasihan, Paus Fransiskus menjadi Tokoh Tahun 2013 dari Majalah TIME.

Nancy Gibbs menambahkan, sangat jarang ‘pemain’ baru di panggung dunia mendapat perhatian sebesar Paus Fransiskus, “yang selama sembilan bulan berhasil menempatkan diri di pusat pembicaraan dunia, khususnya mengenai kaya dan miskin, keadilan, transparansi, modernitas, globalisasi, peran perempuan, hakikat pernikahan hingga nafsu kekuasaan.”

Juru bicara Vatikan Pastor Federico Lombardi mengatakan seperti dikutip oleh Zenit.org bahwa  penunjukan itu “tidak mengherankan, mengingat resonansi dan perhatian yang sangat luas yang diberikan pada pemilihan Paus Fransiskus dan awal masa kepausannya.”

Dikatakan bahwa penunjukan itu adalah “tanda positif bahwa salah satu penghargaan paling bergengsi di bidang pers internasional dikaitkan kepada seseorang yang mewartakan nilai-nilai spiritual, religius dan moral di dunia, dan yang efektif menyuarakan dukungan bagi perdamaian dan keadilan lebih besar.”

Pastor Lombardi menekankan bahwa Paus “tidak mencari ketenaran dan kesuksesan, karena ia melaksanakan pengabdiannya untuk pewartaan Injil dan untuk kasih Allah kepada semua. Kalau ini memikat pria dan wanita dan memberi mereka harapan, Paus senang sekali. Kalau nominasi sebagai ‘Tokoh Tahun’ ini berarti bahwa banyak orang telah memahami pesan ini, setidaknya secara implisit, dia pasti akan senang.”

Pastor Thomas Rosica CSB, juru bicara Vatikan yang membantu media berbahasa Inggris, mengatakan bahwa perasan Pastor Lombardi sama dengan apa yang dia rasakan. Imam itu memuji media berbahasa Inggris karena tidak hanya melaporkan peristiwa itu, tetapi memahami “karunia besar yang dunia terima tanggal 13 Maret 2013.”

“Kehidupan, pesan dan sikap Paus Fransiskus jelas lebih penting daripada perbedaan agama dan sektarian,” kata imam itu. “Dia adalah instrumen perdamaian dan harapan untuk kemanusiaan. Jelas-jelas dia menggunakan dirinya dengan senang hati dan gembira bagi dunia. Dunia akan menjadi lebih miskin tanpa Fransiskus, Uskup Roma.”

Sejak tahun 1927, penunjukan TIME biasanya dianggap sebagai kehormatan dan pilihan bagi orang-orang yang mengagumkan seperti dalam kasus Bapa Suci, atau orang-orang atau fenomena yang memiliki dampak besar pada dunia.(Sumber: http://www.penaindonesia.org)

Requiem in Peace, Raphael Jhony Omar



"Tugasmu sudah selesai dan engkau telah menjadi pemenang,"kata Romo Alyosius Ho Tombokan MSC dalam kotbah misa arwah, Selasa (11/12/13) di RD St. Carolus, Salemba, Jakarta Pusat. (Foto-Foto: Farida Denura)
SALEMBA – Raphael Jhony Omar alias Cong Tek Bie, pria kelahiran 19 September 1925 (89 tahun) menghembuskan nafas terakhir pada hari Selasa (10/12/2013) pukul 21.00 wib setelah sebelumnya dirawat di RS Graha Permata Kukusan, Beji, Depok.

Rafael adalah warga Komunitas Umat Basis (KUB) B wilayah St Stefanus paroki St Paulus Depok. Almarhum meninggalkan 10 anak dari 2 istri hasil perkawinannya. Rafael seperti diceritakan Daneth, salah satu menantunya selama ini diopname di RS karena sakit tua.

Jenazah almarhum pada Selasa malam langsung dibawa ke Rumah Duka St. Carolus, Salemba, Jakarta Pusat untuk ini disemayamkan. Almarhum akan dimakamkan pada Jumat (13/12/2013) sekitar pukul 12.00 wib di pekuburan Tionghoa dekat, Desa Limo, Cinere, Depok setelah sebelumnya dilaksanakan ibadah penghiburan, penutupan peti yang akan berlangsung Kamis (12/12/2013) malam dan misa pelepasan pada Jumat (13/12/2013).

Puji-Pujian mengiringi misa arwah
Pada Rabu (11/12/2013) malam almarhum didoakan dalam misa arwah yang dipimpin Romo Alyosius Ho Tombokan MSC. Dalam pengantar misa, Romo Aloysius Ho mengatakan,”Tuhan telah mengambil dia di antara keluarga dan membawa pulang ke tempat yang terindah”.

Perpisahan kata Romo Aloysius memang tak diinginkan karena perasaan kehilangan, terlebih lagi bagi orang yang dicintai dan dikasihi. Tuhan telah mengambil Rafael dan Tuhan berjanji akan membawanya ke tempat yang indah.

Mengutip Injil Yohanes 6:37-47 Romo Aloysius mengatakan kehadiran almarhum cukuplah sudah dan Tuhan telah membawa dia pulang setelah dalam tantangan hidupnya. Dia tidak sempurna dalam pelayanan hidup akan tetapi dia telah lakukan sampai akhir dan dia terus jadi pemenang.

“Kita bersyukur, kita mengalami kasihnya walaupun kita sempurna. Kita dipanggil untuk saling menyempurnakan,”tegas Romo Alyosius.

Walaupun almarhum tidak sempurna namun kata dia almarhum berjuang sampai akhir hidupnya. Almarhum menjadi sempurna karena telah menerima sakramen.

Rm Aloysius sedang memberkati dan mendupai
Menurut Romo Aloysius, Tuhan tidak pernah menghukum, menolak, atau meninggalkan maka Tuhan gendong dia membawa pulang ke tempat yang kekal. Tuhan menuntun, membimbing dia untuk tinggal dengan Bapa di surga dan siapakah yang akan melawan kita?

Almarhum Rafael telah hadir di tengah keluarga dan Tuhan jadikan dia sebagai pemenang. Rancangan dan rencana Tuhan hanyalah Dialah yang tahu dan Tuhan akan memuliahkan almarhum. Dia telah tinggalkan kasih kepada keluarganya dan itu menjadi kenangan terindah.

Selamat jalan Rafael, doakan istri dan anak-anakmu, doakan kami yang berkumpul di sini. Tugasmu sudah selesai dan engkau sudah jadi pemenang,”ucap Romo Aloysius.

Romo kemudian memberkati, mendupai jenazah almarhum Setelah itu Romo Aloysius beserta komunitasnya yang juga hadir malam itu berdoa bersama di keliling jenazah almarhum dengan didampingi putera-puterinya. Mereka juga membawakan puji-pujian.

Rm Aloysius bersama komunitas sedang berdoa
Mewakili komunitas yang hadir pada ibadah tersebut, Romo Aloysius mengucapkan terima kasih kepada para hadirin yang hadir dan mendukung keluarga. Dia juga menghaturkan turut berduka cita sedalam-dalamnya. “Di saat susah dan sulit, kita ada bersama-sama,”ujarnya.

Usai ibadah, salah seorang anak almarhum mewakili keluarganya mengucapkan terima kasih atas kedatangan dan doa para hadirin sekaligus mengumumkan Kamis (12/12/13) malam ini pukul 19.30 wib akan dilangsungkan misa penutupan peti jenazah.

Sebelumnya, Ketua Wilayah St Stefanus, Thomas Tommy Hendrasmoro kepada warga KUB A, B, dan C, telah menginfokan dan memohon doa untuk almarhum yang saat itu dirawat di RS Graha Permata, Kukusan, Beji, Depok. Almarhum juga telah diberi Sakramen Perminyakan oleh Romo Tauchen Hotlan Girsang OFM  Pastor Kepala Paroki St Paulus Depok.

Warga Wilayah St Stefanus yang hadir melayat dan mendoakan almarhum adalah Ketua Wilayah St Stefanus, Thomas Tommy Hendrasmoro, Ketua KUB B, Farid Kusumawardhana dan istri, Junaidi, Rudi Ho, Farida Denura dan beberapa warga lain yang datangnya secara bergantian. 

Selamat jalan Rafael Jhony Omar. Requiem in Peace. Doa kami dari umat wilayah St Stefanus mengiringi kepergianmu menuju rumah Bapa di Surga. Tugasmu sudah selesai dan engkau telah menjadi pemenang!(Farida Denura)
 

Selasa, 10 Desember 2013

Serunya Diskusi Soal Bekerja Dalam Terang Kristus

Suasana ibadah dan diskusi AAP 2013 kedua KUB A
KEJUJURAN, teladan, sabar, dan kasih merupakan nilai-nilai yang didiskusikan warga Komunitas Umat Basis A (KUB A) dalam ibadah Aksi Adven Pembangunan 2013, pertemuan kedua bertema “Bekerja Dalam Terang Kristus” yang berlangsung Sabtu (7/12/2013) malam di kediaman Bernadus Liek di GDC Sektor Anggrek I, Depok.

Lima belas KK warga KUB A hadir pada pertemuan tersebut serta penuh semangat mendiskusikannya. Tema yang didiskusikan, seperti disampaikan Pemandu AAP, Maria Puji Astuti, bertujuan agar umat lebih bersemangat bekerja dalam terang Kristus untuk melayani sesama dengan kasih, adil, dan bijaksana.

“Dengan tema ini diharapkan kita semua akan menjadi sadar bahwa bekerja sebagai orang beriman Katolik, tidak semata-mata mencari nafkah atau hanya sekadar mengumpulkan materi untuk diri sendiri, tetapi tujuan yang paling penting yakni melayani Allah dan sesama,”jelas Maria dalam kata pengantar pertemuan.

Pada sesi diskusi, Bernadus Liek mengatakan maksud pernyataan Yohans 3:4 adalah cara Tuhan untuk mempersiapkan kedatangan Yesus. Segala sesuatunya kata Bernadus, perlu persiapan di dalam menyambut kedatangan Yesus dimana telah diutusnya Yohanes Pembaptis untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk datangnya Yesus.

Sementara Elven Rajalewa dalam pertanyaan kedua mengatakan tugas kita semua sebagai orang percaya yaitu harus jadi contoh dan teladan yang baik terhadap orang di sekitar kita. Semuanya, kata dia harus berawal dari diri kita sendiri.

Pemandu AAP 2013, Maria Puji Astuti (T-Shirt merah)
Lebih lanjut Elven mengatakan sebagai orang Kristen di dalam lingkungan tempat tinggal maupun komunitas, bertetangga, kita harus menjadi contoh, menjadi terang itu sendiri. 
“Tidak mudah memang menjadi terang, nanti dianggap sok suci. Kalau tidak  ikut arus, mati sendiri,”ujar Maria menambahkan.

Adrianus Angkur dalam diskusi tersebut menyorot kejanggalan yang terjadi di sekitar kita dimana banyak yang kita lihat tidak sesuai dan bertentangan dengan nilai-nilai yang kita imani. Sebagai orang Kristen kita harus tunjukan dengan sikap.

“Dengan menjadi terang dalam Kristus pasti kita akan memberi pengaruh terhadap lingkungan sekitar kita untuk berbuat baik,”lanjut Adrianus,

Christiningsih ketika diminta komentarnya bagaimana menjadi politisi yang bekerja dalam terang Kristus mengatakan bahwa kiblatnya Yesus maka kita berbuat sebisa mungkin meneladani Yesus dan aplikasikan semuanya agar orang di sekitar kita melihat kita. Seorang Kristen menurut Christin, harus semaksimal mungkin berusaha memberi contoh dalam perbuatan.

Thomas Tommy Hendrasmoro berpendapat kedatangan Yesus menguatkan semangat kerja di tengah dunia kerja yang penuh dengan persaingan, godaan. Sedangkan Maria, ketika menjaga ujian di sekolah memperhatikan seorang siswa yang sangat rohani sekali. Setiap temui kesulitan mengerjakan soal, anak tersebut anak tersebut berhenti untuk berdoa dulu menyebabkan waktu mengerjakan soal habis.

Eddy Rajalewa menyoroti soal nilai kejujuran, kesabaran dalam bekerja. Sebagai kalangan minoritas, kata Eddy, nilai-nilai tersebut harus ditunjukkan. Dan, itulah tantangan kita sebagai orang Kristen yang memang tidak mudah.

Maria Gayatri yang berprofesi sebagai PNS secara jujur mengatakan nilai paling atas di dalam bekerja adalah bekerja dengan hati dan ini harus menjadi role model. Bekerja menurut Gayatri merupakan cara kita untuk beribadah dan pelayanan kita dengan Tuhan adalah dengan bekerja. Gayatri yakin dengan demikian berkat Tuhan akan datang kepada kita.

“Bekerja itu mesti enjoy. Hati kita di situ dan kita nyaman di situ. Seperti seruan Yohanes Pembaptis, tuntutan etis bekerja dalam terang Kristus,”kata Gayatri.

Nilai kasih di dalam bekerja disoroti Farida Denura. Farida mengisahkan soal kiprahnya di dalam pelayanan penderita kanker dari golongan tidak mampu. Pasien yang didampingi melalui Cancer Care Yayasan Pelayanan Kasih (CCYPK) hampir 99,99% beragama Islam.

“Kasih ditempatkan di atas segala perbedaan. Kasih itu universal sehingga di dalam melayani penderita kanker mereka sama sekali tidak mencurigai pelayanan kami sebagai upaya Kristenisasi. Kasih merupakan contoh terang Kristus di dalam hidup kita,”terang Farida.

Selain pelayanan, prinsip perusahaan tempat bekerja Farida pun mengacuh pada kasih yang diwujudkan melalui pemberitaan mengedepankan jurnalisme kasih, juarnalisme damai.

Masa adven merupakan saat yang tepat bagi umat Katolik untuk memurnikan kembali motivasi dan orientasi kerja dalam terang Kristus (Lukas 3:3-18). Selain untuk umat Katolik pun bekerja untuk menghasilkan buah-buah kebaikan sesuai dengan pertobatan (Lukas 3:8) dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu (Luk 3:14b) dengan tidak melakukan pekerjaan yang tercela seperti merampok, mencuri, menipu, dan korupsi sebab dengan itu ia telah merampas hak orang lain secara tidak adil. (Farida Denura)












Sabtu, 07 Desember 2013

Toleransi di Manado, Perempuan Berjilbab Ikut Parade Santa Klaus

Warga non Kristiani di Kota Manado ikut memeriahkan Parade Santa dalam acara Christmas on The Boulevard. (Foto: Kompas.com)
MANADO - Kerukunan umat beragama di Sulawesi Utara, khususnya di Kota Manado, benar-benar patut dicontoh. Buktinya dalam parade Santa Klaus yang digelar untuk memeriahkan Christmas On The Boulevard terlihat beberapa warga non-kristiani ikut memeriahkan acara tersebut.

Mereka bahkan membaur menjadi peserta dengan berpakaian ala Santa Klaus.

“Kami senang melihat kebersamaan dan kerukunan ini. Sungguh unik melihat ada santa yang berjilbab. Ini bukti bahwa toleransi antarumat beragama di Kota Manado tetap terjaga,” ujar Christian, warga Wonasa yang datang menonton parade tersebut, Rabu (4/12/2013), seperti dilansir kompas.com.

Wali Kota Manado, Vicky Lumentut yang memberikan sambutan ketika melepas parade Santa tersebut juga menegaskan bahwa parade santa ini bukan hanya milik umat Kristiani, tetapi juga seluruh warga Manado, bahkan Sulut.

“Semoga kebersamaan ini bisa menjadi modal warga Manado dalam menyambut perayaan Natal dan Tahun Baru,” ujar Lumentut.

Parade Santa Klaus yang menyusuri jalan Boulevard sore tadi diikuti oleh ribuan warga Manado yang berpakaian ala Santa Klaus. Lebih dari seribu orang ala Santa Klaus berjalan kaki dan ratusan lainnya berada di atas kenderaan hias yang ikut berparade.

Parade itu sendiri diikuti berbagai komunitas masyarakat, swasta dan perwakilan pemerintah. Selain sering terlibat dalam berbagai event religi, kerukunan dan kebersamaan umat beragama di Sulut juga terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Toleransi tersebut tercermin dari terus terpeliharanya situasi keamanan yang kondusif.

(Sumber: www.kompas.com)

Jumat, 06 Desember 2013

Caleg Katolik

Adrianus Meliala
Oleh: Adrianus Meliala

Sebagaimana jamaknya tahun politik, wajar apabila dewasa ini orang-orang berbicara politik atau bahkan mempersiapkan diri ikut serta dalam pesta politik 2014. Tidak hanya sebagai calon pemilih, tetapi juga sebagai calon legislatif - entah level kabupaten/kotamadya, provinsi, atau pusat-maupun sebagai calon senator (alias anggota Dewan Perwakilan Daerah).

Tidak beda dengan orang kebanyakan, umat Katolik kini juga cenderung terkena “demam” tersebut. Sepengetahuan penulis, ada cukup banyak anak muda, dan bahkan tokoh senior, yang berani menjajal diri sebagai calon legislatif. Afiliasi politik mereka cukup beragam, walau tentu saja umumnya merupakan wakil partai politik nasionalis. Dikatakan “berani”, mengingat beberapa faktor sebagai berikut.

Pertama, “kue” konstituen yang diperebutkan dan menjadi jatah caleg Katolik sebenarnya amat terbatas, mengingat agak sulit mengharapkan suara dari konstituen non-Nasrani. Jika dalam satu daerah pemilihan (dapil) terdapat lebih dari satu caleg Katolik, artinya mereka harus berebut suara. Kalaupun yang satu lebih banyak memperoleh suara dari yang lain, belum tentu pula berhasil membawa sang caleg berangkat ke Senayan.

Kedua, biaya kampanye amat mahal. Walau tak ada jaminan bahwa yang mengeluarkan biaya kampanye besar akan terpilih, namun tak banyak orang yang berani melawan anggapan itu, dan lalu mengeluarkan biaya seperlunya saja selama kampanye. Ketika sudah keluar dana besar dan akhirnya tidak memperoleh kursi DPR, maka stress hampir pasti akan dialami.

Terus terang, tidak semua orang berani mengambil pilihan tersebut. Apalagi jika dikaitkan syarat administratif, di mana yang bersangkutan - katakanlah - wajib mundur dari jabatannya sekarang walau belum tentu terpilih. Jika ada orang Katolik yang memutuskan menjadi caleg, tentunya perlu diselamati dan didukung.

Kita memang berkepentingan memiliki sebanyak-banyaknya anggota parlemen beragama Katolik. Secara hitung-hitungan, jumlahnya bisa mencapai lebih dari 30 orang untuk DPR dan 10 orang untuk DPD. Walau memang belum tentu mereka akan sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan Katolik, namun relatif akan lebih baik apabila cukup banyak umat duduk di sana.

Jika seseorang tidak berhasil masuk parlemen, demikian pula jika ada orang-orang Katolik yang baik namun tidak cukup berani menempuh risiko kampanye, apa yang sebaiknya dilakukan? Dalam hal ini penulis melihat kita semua saat ini terlalu terpaku dengan kontes caleg terkait Pemilu 2014. Pada saat yang sama, kita cenderung melupakan bahwa ada ribuan jabatan yang perlu diisi saat pemerintahan baru mulai bekerja akhir 2014 mendatang.

Bukankah kita juga memerlukan kehadiran pejabat Katolik di level birokrasi, penegak hukum, militer, BUMN, komisi-komisi negara, dan sebagainya? Permasalahannya, untuk mengisi jabatan tersebut, umumnya diperlukan waktu yang lebih lama. Kualifikasi dan kompetensi yang diperlukan pada umumnya juga khas dan tertentu, sehingga jika kita pada hari ini membutuhkan banyak Eselon-1 beragama Katolik, maka logikanya usaha yang sistematis harus telah dimulai minimal 20 tahun yang lalu.

Kecenderungan pejabat karier tersebut memang berbeda dengan pejabat politik seperti halnya para caleg. Caleg pada dasarnya adalah nobody secara ketatanegaraan, sepanjang menang dalam pemilu, ia dapat menjadi somebody di parlemen untuk jangka waktu lima tahun. Setelahnya ia harus bertarung lagi, jika ingin tetap menjadi somebody lewat bangku parlemen.

Di pihak lain, situasi yang lebih ajeg dihadapi oleh para pejabat eksekutif. Namun demikian, bukan berarti prosesnya bisa berlangsung begitu saja. Ini mengingat: seorang Katolik dapat naik ke “atas”, memerlukan kerja keras, nafas yang panjang, serta dukungan dari banyak pihak.

Mari, sejak sekarang kita mulai mendukung umat yang berani masuk politik, maupun memasuki ribuan bidang pengabdian lainnya! Kita butuh mereka untuk berada di mana-mana.

(Sumber: http://www.hidupkatolik.com/2013/12/06/caleg-katolik)

Tradisi Natal Unik di Berbagai Negara

Tradisi Natal unik di berbagai negara yang perlu Anda ketahui. Berikut tradisi tersebut:

1. Alaska
Tradisi Natal di Alaska
Foto-Foto: Ist
Di Alaska, perayaan Natal dimulai setelah masyarakatnya merayakan Thanksgiving. Mereka memulai perayaan Natal dengan berkumpul di jalan-jalan utama kota dan menari-nari sambil menikmati liburan. Anak-anak akan membawa bintang Natal tradisional yang diikat di tiang sambil berkunjung dari rumah ke rumah lainnya. Di sini mereka akan menyanyikan lagu-lagu Natal di setiap rumah yang mereka datangi. Dari setiap rumah mereka akan diberi berbagai hadiah seperti kue, permen, Maple-Frosted Doughnut, salmon asap, dan sebuah kue ikan yang disebut Piruk. Perayaan Natal di Alaska ini akan berlanjut sampai Pesta Epiphany pada tanggal 6 Januari.

2. Argentina
Di negara ini, Natal berlangsung selama musim panas. Sehingga perayaan Natal tak lengkap tanpa BBQ dan kembang api. Keluarga besar akan berkumpul di malam Natal untuk sebuah pesta keluarga yang berlangsung sepanjang malam. Dan ketika tengah malam mereka akan mulai bertukar hadiah. Setelah malam Natal, anak-anak di Argentina juga akan menyambut kedatangan Tiga Raja dari Timur pada tanggal 6 Januari. Maka mereka akan meninggalkan sebuah baki kecil berisi permen dan mainan kecil di samping tempat tidur mereka.

3. Ethiopia


Tradisi Natal Ethiopia
Perayaan Natal di Ethiopia disebut dengan Ganna dan dirayakan pada tanggal 7 Januari. Selama kebaktian warga Ethiopia akan mendapatkan sebuah lilin menyala dan harus dibawa ke mengitari Gereja sebanyak tiga kali. Selama kebaktian, laki-laki dan perempuan harus berdiri terpisah selama tiga jam.

Selesai kebaktian, mereka akan mengadakan makan malam bersama dengan aneka makanan tradisional seperti Doro Wat, Sup Pedas, dan Injera yaitu sebuah roti Pancake yang diletakkan di wadah perak.

4. Finlandia
Saat Natal, warga Finlandia akan berkunjung ke rumah kerabatnya pada sore hari. Setelah berkunjung ke kerabat, mereka akan pergi ke pemakanan untuk mengingat kerabat yang sudah meninggal sambil menyalakan sebuah lilin di makan.

Anak-anak Finlandia sangat mengharapkan kedatangan Santa Klaus ke rumah mereka. Maka untuk menghiburnya, seorang pria akan menggunakan kostum Santa Klaus dan membawakan berbagai hadiah ke rumahnya. Setelah perayaan khusus Santa ini selesai, mereka akan makan malam bersama dengan makanan tradisional seperti ham asin, kentang, sayuran, biskuit dan roti. Dan perayaan Natal ini dilengkapi dengan pergi ke sauna bersama-sama.

5. Italia
Tradisi Hidangan Natal di Italia
Natal di keluarga Italia tidak akan lengkap tanpa adanya hiasan patung kayu bayi Yesus. Tradisi ini dikenal dengan nama Nativity. Setiap kali Natal, para pengrajin ukuran kayu pasti kebanjiran pesanan karena setiap keluarga dan Gereja akan memajang hiasan ini di sudut rumah atau Gereja.

Selain itu, warga Italia juga akan mengadakan sebuah pesta di malam Natal. Dalam pesta makan malam ini, mereka akan menghadirkan tujuh macam ikan yang dimasak dengan cara tradisional. Anak-anak juga akan menggantung kaus kaki mereka agar mendapatkan hadiah dari La Befana (Santa Klaus Italia).

6. Swedia
Jika saat Natal, anak-anak banyak menunggu kedatangan Santa Klaus, di Swedia anak-anak menunggu kehadirkan Santa Lucia. Santa Lucia merupakan Santa Pelindung Cahaya. Sehingga perayaan Natal di Swedia sudah dimulai sejak tanggal 13 Desember yang menjadi hari Santa Lucia menurut kalender Gereja. Perayaan ini dimulai saat putri sulung keluarga harus bangun lebih awal dan menggunakan sebuah gaun putih. Putri sulung ini harus melayani sarapan untuk orangtuanya. Di beberapa tempat ada juga prosesi lilin saat malam Natal.

7. Kanada
Warga Kanada punya tradisi yang dinamakan Mummering. Warga Kanada akan memakai kostum Natal dan mengetuk pintu rumah dan bertanya," Apakah ada Mummers di malam hari?" Setelah itu mereka akan menyanti dan menari di rumah orang tersebut. Karena sudah menyanyi dan menari, mereka bisa mendapatkan kue-kue Natal dan secangkir susu yang hangat sebelum pindah ke rumah berikutnya.

8. Costa Rica
Selama Natal, warga Costa Rica sangat suka menghias rumah mereka dengan bunga-bunga tropis yang indah atau buah-buahan. Seluruh keluarga akan membuat sebuah kandang Natal besar yang ditempatkan di tengah rumah.

9. Spanyol
Setelah kebaktian di malam Natal, warga Spanyol akan berjalan di jalan-jalan sambil membawa obor. Mereka akan bermain gitar, memukul rebana dan drum. Mereka akan terjaga sepanjang malam tanpa tidur. Hal ini dilakukan sesuai pepatah Spanyol, Esta noche es Noche Buena, Y no es noche de dormir. Pepatah ini berarti, malam Natal adalah malam yang baik sehingga sebaiknya Anda tidak tidur.

10. Jerman
Untuk merayakan Natal, warga Jerman akan membuat sebuah adonan putih yang disebut Christbaumgeback. Mereka akan menggunakan adonan ini untuk membuat berbagai bentuk yang lucu dan memanggangnya. Adonan aneka bentuk ini kemudian digunakan untuk menghias pohon Natal.

Di Indonesia, Natal dirayakan dengan berbagai cara, mulai dari bertukar kado sampai makan malam bersama keluarga. Akan tetapi pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana orang-orang di negara lain merayakan Natal? Biasanya, setelah pergi ke Gereja dan beribadah bersama, ada banyak tradisi keluarga maupun tradisi negara yang unik saat merayakan Natal.
(Sumber:http://female.kompas.com/read/2012/12/25/09525418/Tradisi.Natal.Unik.di.Berbagai.Negara)

Kamis, 05 Desember 2013

Sinterklas dan Perayaan Natal

Santa Claus
HIDUPKATOLIK.com - Perayaan Natal di banyak tempat seringkali diwarnai dengan kehadiran Sinterklas, dengan pakaian dan topinya yang khas, jenggot panjang serta membagi hadiah, khususnya untuk anak-anak. Apakah ada kaitan antara Sinterklas dan perayaan kelahiran Yesus? Apakah ada dasarnya dalam Kitab Suci?
Pertama, nama “Sinterklaas” berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris digunakan “Santa Claus” atau Santo Nicholas (dari Myra). Dia adalah seorang Uskup dari abad IV. Seringkali dipanggil juga Nicholas dari Bari (Itali). Legenda yang berkembang di negara-negara yang berbahasa Inggris, Santa Claus ini dikaitkan dengan tradisi pemberian hadiah rahasia dari orang tua untuk anak-anak yang dilakukan pada malam sebelum pesta Santa Claus pada tanggal 6 Desember.

Kedua, tradisi pemberian hadiah juga dirayakan di banyak tempat. Di Roma tradisi itu dikaitkan dengan perayaan Tahun Baru, sedangkan di tempat-tempat lain tradisi itu dilakukan pada Hari Natal atau Epifani, dengan meniru Tiga Raja yang membawa hadiah untuk Kanak-kanak Yesus. Di banyak negara Eropa, yang memberi hadiah justru Kanak-kanak Yesus. Di Italia, seorang wanita tua dari dongeng, Befana (dari kata Epifani) membagikan mainan kepada anak-anak pada tanggal 6 Januari, yaitu pesta Epifani. Di Spanyol, hadiah diberikan oleh Tiga Raja juga pada pesta Epifani.

Ketiga, kesamaan tradisi memberi hadiah itulah yang kemudian menyatukan antara “Sinterklas” dengan perayaan Natal. Kunjungan Sinterklas tidak lagi dilakukan pada malam sebelum pestanya (6 Desember), tetapi digeser ke malam Natal. Jadi, sebenarnya tidak ada kaitan asali antara Sinterklas dan perayaan Natal, karena itu tidak ada dasar biblis dari Sinterklas. Pemberian hadiah oleh Tiga Raja bisa menjadi dasar untuk pemberian hadiah pada waktu Natal. Kelahiran Sang Sabda menjadi manusia adalah pemberian terbesar Allah kepada manusia. Hadiah inilah yang kita rayakan. (Dr Petrus Maria Handoko CM)

(Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 2 Tanggal 8 Januari 2012)

Rabu, 04 Desember 2013

Pesan Natal Bersama PGI dan KWI Tahun 2013

Ketua KWI, Mgr I. Suharyo (Kiri) & Ketua Umum PGI, Pdt. Dr. A.A. Yewangoe (Kanan)
Foto: Ist
PESAN NATAL BERSAMA
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA (PGI)
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA (KWI) TAHUN 2013

Datanglah, ya Raja Damai” (Bdk. Yes. 9:5)

Saudara-saudari terkasih,
segenap umat Kristiani Indonesia,

Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.

1. Kita kembali merayakan Natal, peringatan kelahiran Yesus Kristus Sang Juruselamat dunia. Perayaan kedatangan-Nya selalu menghadirkan kehangatan dan pengharapan Natal bagi segenap umat manusia, khususnya bagi umat Kristiani di Indonesia. Dalam peringatan ini kita menghayati kembali peristiwa kelahiran Yesus Kristus yang diwartakan oleh para Malaikat dengan gegap gempita kepada para gembala di padang Efrata, komunitas sederhana dan terpinggirkan pada jamannya (bdk. Luk. 2:8-12). Selayaknya, penyampaian kabar gembira itu tetap menggema dalam kehidupan kita sampai saat ini, dalam keadaan apapun dan dalam situasi bagaimanapun.

Tema Natal bersama PGI dan KWI kali ini diilhami suatu ayat dalam Kitab Nabi Yesaya 9:5 “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita; seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang; Penasehat Ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai”. Kekuatan pesan sang nabi tentang kedatangan Mesias dibuktikan dari empat gelar yang dijabarkan dalam nubuat tersebut, yaitu: 1). Mesias disebut “Penasihat ajaib”, karena Dia sendiri akan menjadi keajaiban adikodrati yang membawakan hikmat sempurna dan karenanya, menyingkapkan rencana keselamatan yang sempurna. 2). Dia digelari “Allah yang perkasa”, karena dalam DiriNya seluruh kepenuhan ke-Allah-an akan berdiam secara jasmaniah (bdk. Kol. 2:9, bdk. Yoh. 1:1.14). 3). Disebut “Bapa yang kekal” karena Mesias datang bukan hanya memperkenalkan Bapa Sorgawi, tetapi Ia sendiri akan bertindak terhadap umat-Nya secara kekal bagaikan seorang Bapa yang penuh dengan belas kasihan, melindungi dan memenuhi kebutuhan anak-anak-Nya (Bdk. Mzm. 103:3). 4). Raja Damai, karena pemerintahan-Nya akan membawa damai bagi umat manusia melalui pembebasan dari dosa dan kematian (bdk. Rm. 5:1; 8:2).

2. Seiring dengan semangat dan tema Natal tahun ini, kita menyadari bahwa Natal kali ini tetap masih kita rayakan dalam suasana keprihatinan untuk beberapa situasi dan kondisi bangsa kita. Kita bersyukur bahwa Konstitusi Indonesia menjamin kebebasan beragama. Namun, dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara, kita masih merasakan adanya tindakan-tindakan intoleran yang mengancam kerukunan, dengan dihembuskannya isu mayoritas dan minoritas di tengah-tengah masyarakat oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan kekuasaan. Tindakan intoleran ini secara sistematis hadir dalam berbagai bentuknya. Selain itu, di depan mata kita juga tampak perusakan alam melalui cara-cara hidup keseharian yang tidak mengindahkan kelestarian lingkungan seperti kurang peduli terhadap sampah, polusi, dan lingkungan hijau, maupun dalam bentuk eksploitasi besar-besaran terhadap alam melalui proyek-proyek yang merusak lingkungan. Hal yang juga masih terus mencemaskan kita adalah kejahatan korupsi yang semakin menggurita. Usaha pemberantasan sudah dilakukan dengan tegas dan tak pandang bulu, tetapi tindakan korupsi yang meliputi perputaran uang dalam jumlah yang sangat besar masih terus terjadi. Hal lain yang juga memprihatinkan adalah lemahnya integritas para pemimpin bangsa. Bahkan dapat dikatakan bahwa integritas moral para pemimpin bangsa ini kian hari kian merosot. Disiplin, kinerja, komitmen dan keberpihakan kepada kepentingan rakyat digerus oleh kepentingan politik kekuasaan. Namun demikian, kita bersyukur karena Tuhan masih menghadirkan beberapa figur pemimpin yang patut dijadikan teladan. Kenyataan ini memberi secercah kesegaran di tengah dahaga dan kecewa rakyat atas realitas kepemimpinan yang ada di depan mata.

3. Karena itu, Gema tema Natal 2013 “Datanglah, Ya raja Damai” menjadi sangat relevan. Nubuat Nabi Yesaya sungguh memiliki kekuatan dalam ungkapannya. Seruan ini mengungkapkan sebuah doa permohonan dan sekaligus harapan akan datangnya sang pembawa damai dan penegak keadilan (bdk. “Penasihat Ajaib”).

Doa ini dikumandangkan berangkat dari kesadaran bahwa dalam situasi apapun, pada akhirnya “Allah yang perkasa, Bapa yang Kekal,” Dialah yang memiliki otoritas atas dunia ciptaan-Nya. Dengan demikian, semangat Natal adalah semangat merefleksikan kembali arti Kristus yang sudah lahir bagi kita, yang telah menyatakan karya keadilan dan perdamaian dunia, dan karenanya pada saat yang sama, umat berkomitmen untuk mewujudkan kembali karya itu, yaitu karya perdamaian di tengah konteks kita. Tema ini sekaligus mengacu pada pengharapan akan kehidupan kekal melalui kedatangan-Nya yang kedua kali sebagai Hakim yang Adil. Semangat tema ini sejalan dengan tekad Gereja-gereja sedunia yang ingin menegakkan keadilan, sebab kedamaian sejati tidak akan menjadi nyata tanpa penegakan keadilan.

Karena itu, dalam pesan Natal bersama kami tahun ini, kami hendak menggarisbawahi semangat kedatangan Kristus tersebut dengan sekali lagi mendorong Gereja-gereja dan seluruh umat Kristiani di Indonesia untuk tidak jemu-jemu menjadi agen-agen pembawa damai dimana pun berada dan berkarya. Hal itu dapat kita wujudkan antara lain dengan:

Terus mendukung upaya-upaya penegakkan keadilan, baik di lingkungan kita maupun dalam lingkup yang lebih luas. Hendaklah kita menjadi pribadi-pribadi yang adil dan bertanggung jawab, baik dalam lingkungan keluarga, pekerjaan, gereja, masyarakat dan dimana pun Allah mempercayakan diri kita berkarya. Penegakkan keadilan, niscaya diikuti oleh sikap hidup yang berintegritas, disiplin, jujur dan cinta damai.
   
Terus memberi perhatian serius terhadap upaya-upaya pemeliharaan, pelestarian dan pemulihan lingkungan. Mulailah dari sikap diri yang peduli terhadap kebersihan dan keindahan alam di sekitar kita, penghematan pemakaian sumber daya yang tidak terbarukan, serta bersikap kritis terhadap berbagai bentuk kegiatan yang bertolak belakang dengan semangat pelestarian lingkungan. Dengan demikian kita juga berperan dalam memberikan keadilan dan perdamaian terhadap lingkungan serta generasi penerus kita.
   
Semangat cinta damai dan hidup rukun menjadi dasar yang kokoh dan modal yang sangat penting untuk menghadapi agenda besar bangsa kita, yaitu Pemilu legislatif maupun Pemilu Presiden-Wakil Presiden tahun 2014 yang akan datang.

Saudara-saudara terkasih,
Marilah kita menyambut kedatangan-Nya sambil terus mendaraskan doa Santo Fransiskus dari Asisi ini:

Tuhan, Jadikanlah aku pembawa damai,

Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih

Bila terjadi penghinaan jadikanlah aku pembawa pengampunan

Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan

Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian

Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran

Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku sumber kegembiraan,

Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang,

Tuhan semoga aku lebih ingin menghibur daripada dihibur,

Memahami dari pada dipahami, mencintai dari pada dicintai,

Sebab dengan memberi aku menerima

Dengan mengampuni aku diampuni

Dengan mati suci aku bangkit lagi, untuk hidup selama-lamanya.

Amin



SELAMAT NATAL 2013 DAN TAHUN BARU 2014



Jakarta, 18 November 2013



Atas nama

PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA (PGI),  KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA (KWI),

Pdt. Dr. A.A. Yewangoe                                           Mgr. I. Suharyo

Ketua Umum                                                                Ketua





Pdt. Gomar Gultom                                                  Mgr. J.M. Pujasumarta

Sekretaris Umum                                                         Sekretaris Jendral


(Sumber: http://www.mirifica.net)

Mengapa Natal Jatuh Tanggal 25 Desember?

Yesus di palungan
Sebenarnya banyak kontroversi mengenai asal mula mengapa setiap tanggal 25 Desember dirayakan sebagai hari Natal karena tidak ada seorang pun yang mengetahu pasti kapan tanggal kelahiran Yesus sendiri yang dirayakan setiap tanggal 25 Desember setiap tahunnya.

Bagaimanapun juga, sistem kalender yang kita gunakan saat ini disusun setelah Yesus lahir, Masehi. Tak heran kontroversi bermunculan. Salam satu kontroversi yang dikupas tuntas mengenai tanggal 25 Desember sebagai hari Natal ada di dalam buku yang sangat kontroversial Holy Blood and Holy Grail karangan tiga sekawan Michael Baigent, Richard Leigh, dan Henry Lincoln. Buku ini sebenarnya sudah lama, tahun 1982 dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia tahun 2006 kamarin.

Tentu saja buku ini menjadi sangat kontroversial, mengingat isinya yang sangat bertolak belakang dari ajaran-ajaran Kristen yang selama ini. Buku ini juga menjadi salah satu acuan Dan Brown untuk mengarang bukunya yang sama kontroversialnya, da Vinci Code. 
 
Bagian yang membahas judul di atas berada di bagian BAB 13 Rahasia Terlarang. Disebutkan bahwa agama Kristen yang berkembang hingga sekarang merupakan usaha dari “golongan setia terhadap pesan” (adherents of the message). Saint Paul mengatakan, “pesan itu” mulai membentuk dan mengkristal, kemudian menjadi dasar berdirinya pendidikan teologi agama Kristen. Jadi agama baru ini sangat berorientasi Romawi, untuk kepentingan Romawi pada waktu itu dengan tujuan menghapuskan kesalahan Roma kepada Yahudi atas kematian Yesus di kayu salib.

Dalam buku ini dijelaskan bagaimana jemaat Romawi akhirnya dapat menyesuaikan diri dengan ajaran agama baru itu dengan mendewakan Yesus dan menjadikan bangsa Yahudi sebagai kambing hitam, sehingga penyebaran Kristen Ortodoks yang dikenal sekarang berhasil membumi.

Pada waktu itu, peristiwa kebangkitan Yesus yang ajaib dijadikan sebuah mitos untuk mempertahan ajaran Yesus sejajar dengan dewa-dewa hebat lainnnya yang sebelumnya di sembah oleh orang-orang Roma, seperti Tammuz, Adonis, Osiris, Attis, dan lain-lain yang mati kemudian bangkit kembali.

Kemudian sampai pada masa Konstantin. Konstantin sering sekali diberi penghargaan atas dukungannya terhadap orang-orang Kristen di Roma pada waktu itu sehingga populasinya semakin besar. Tetapi sebenarnya peran Konstantin dalam perkembangan agama Kristen telah dipalsukan. Konstantin tidak pernah berpindah (konversi) dari aliran Pagan ke Kristen, namun tetap si stasiun Pagan.

Ia mendapat pengalaman kudus dihalaman kuil Pagan Gallic Aplollo di Vosges atau di dekat Autum. Menurut saksi pada waktu itu, pengalaman kudus itu muncul dalam bentuk dewa matahari yang diberi nama Sol Invictus (Matahari yang tak terkalahkan).

Pemuja Sol Invictus adalah bangsa asli Suriah dan para kaisar Roma satu abad sebelum pemerintahan Konstantin. Kristen Ortodoks memiliki banyak kesamaan dengan pemujaan Sol Invictus. Dengan sebuah dekrit penyebaran tahun 321 M, Konstantin memerintahkan pengadilan hukum tutup pada hari “pemujaan matahari”, dan memutuskan hari itu dijadikan sebagai hari istirahat (hari libur).

Sebelumnya,umat Kristen merayakan hari sabat bangsa Yahudi–Saturday (Sabtu) sebagai hari suci. Sekarang sesuai dengan dekrit Konstantin, hari suci itu diganti menjadi Sunday (Hari Matahari, hari Minggu). Dengan demikian, orang Kristen mengganti hari istirahat mereka dari Sabtu menjadi Minggu.

Hingga abad ke-4, hari ulang tahun Yesus dirayakan pada tanggal 6 Januari. Bagi pemuja Sol Invictus, hari penting mereka adalah 25 Desember yang merupakan hari perayaan Natalis Invictus (kelahiran kembali matahari). Kemudian agama Kristen menyatukan diri dengan pemerintah dan menentukannya sebagai agama negara. Itulah yang membuat Konstantin terkenal sebagai raja Roma yang mengubah kerajaan Romawi dari penyembah berhala menjadi kerajaan Kristen.

Sejak saat itu dan sampai sekarang, 2000 tahun kemudian, hari Minggu dijadikan hari libur untuk beristirahat dan tanggal 25 Desember dijadikan sebagai peringatan lahirnya Yesus.

Diluar dari berbagai kontroversi mengenai tanggal dan asal mula hari Natal, sebagai orang yang mengimani iman Kristen tidak perlu ambil pusing dengan banyaknya informasi seperti ini. Melalui iman kita percaya bahwa Yesus selalu lahir setiap hari bahkan setiap detik di hati kita, dalam setiap jengkal hidup kita.

Selamat memyambut hari Natal!!!

(Oleh: Ferry Silitonga--Kompasiana. Dikutip dari Buku Holy Blood, Holy Grail karya Michael Baigent, Richard Leigh, dan Henry Lincoln).