Translate

Rabu, 26 Maret 2014

Ketika Umat KUB A Bicara Menjadi Katolik yang Nasionalis

Suasana ketika ibadah APP Ketiga berlangsung Sabtu (22/3/2014) di kediaman Emmanuel Equator. [Foto-Foto: Farida Denura]
SABTU, 22 Maret 2014 sore menjadi Sabtu seru dan hangat di kediaman keluarga Pak Emmanuel M. Equator T.W, tepatnya di GDC Cluster Anggrek 2. Depok. Pasalnya, sekitar 12 KK dari Komunitas Umat Basis (KUB) A berkumpul mengikuti ibadah APP 2014 yang merupakan pertemuan ketiga dan mereka seru mendiskusikan topik APP.
   
Pertemuan ketiga tersebut mendiskusikan topik berjudul “Menjadi Katolik yang Nasionalis” dan dipandu Pak Hermanto Situmorang. Topik ini bertujuan agar umat semakin memahami dan menghayati bahwa beriman mendalam harus dinyatakan dalam hidup bermasyarakat dengan semangat sebagai seorang Katolik yang sekaligus seorang nasionalis.
   
Hermanto mengawali dengan refleksi Kitab Suci tentang membayar pajak kepada kaisar (Matius 22:15-22). Usai refleksi dilanjutkan dengan pendalaman kitab suci dengan 3 pertanyaan yang sore itu menjadi topik diskusi tersebut yaitu: Apa makna menjadi orang Katolik yang nasionalis menurut teks kitab suci pada bacaan tersebut, lalu seperti apakah menjadi orang Katoli yang nasionalis itu serta bagaimana mewujudkan menjadi orang Katolik yang nasionalis dalam kehidupan sehari-hari?
   
Tibalah sesi diskusi dibuka Hermanto. Ketua KUB A, Elven Rajalewa mengawali diskusi tersebut menanggapi pertanyaan: Apa makna menjadi orang Katolik yang nasionalis menurut teks kitab suci pada bacaan tersebut? Elven mengatakan menurut bacaan tersebut jelas Yesus mau memberikan nasihat pada kita untuk bersikap bijaksana. Apa yang menjadi tugas dan kewajiban kita terhadap Allah. 

Elven Rajalewa berbagi pengalaman imannya
Elven menceritakan bahwa dulu ketika masih kuliah, dirinya lebih mengutamakan kewjiban masyarakat. Elven mengaku lebih enjoy dibanding kewajiban pada Allah. Elven akhirnya menyadari apa yang dia lakukan salah dan Tuhan memintanya untuk membagi waktu bagi dirinya dan juga untuk Tuhan. Elven akhirnya kembali aktif di gereja dengan giat beribadah, mengikuti koor dan lain-lain.
   
Lain lagi komentar Ny Bernard Sinaga. Menjawab pertanyaan nomor satu,  dia  mengatakan menjadi Katolik nasionalis berarti orang Katolik harus terbuka dan sangat mencintai negaranya, tidak terpaku dalam hal-hal Kekatolikan. Di dalam nasionalis kata Sinaga, dia juga harus mencintai peraturan yang ada di dalam negaranya.
   
“Dimana kita berada, kita harus berbaur menasionalis dan tidak terpaku pada suatu daerah. Berbaur pada aturan lingkungan yang kita tinggal. Kita memang harus terbuka ikut berperan serta dalam kegiatan masyarakat,”imbuhnya.
   
Sementara Maria Gayatri menanggapi pertanyaan nomor dua dan tiga mengatakan nasionalis seseorang tampak ketika dia berbaur di organisasi kemasyarakatan tanpa memandang suku agama, ras dan antar golongan.
   
Sebagai warga negara kata Gayatri, dia harus taat bayar pajak, tidak memilih golput dan taat pada peraturan. Dia juga harus menjadi agent of change - agen perubahan dari suatu lingkungan dengan membawa semangat kasih. Dia juga harus menjadi garam dan terang.   
Suasana saat sharing ibadah APP Ketiga.

Lain lagi dengan sharing yang dibawakan Pak Ignatius Edy Purnama. Edy mengatakan sebagai warga negara kita harus taat pada negara dan harus selalu membawa ciri khas Katolik yaitu: Kasih, jujur, Bersih, dan Tidak Korupsi di dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara.

Kalau kita tidak membawa semangat itu maka kita tidak membawa ciri khas Katolik tersebut. Kita kadang berbuat baik namun masih saja orang mencela kita. Meski demikian kita tidak boleh kehilangan misi kita di dalam lingkungan.
   
“Garam dan terang dunia, harus kita maknai di dalam hidup kita. Ajaran kasih, kejujuran harus kita tunjukan karena itu sebagai ciri khas kita orang Katolik,”pinta Edy.
   
Menurut Hermanto sharing Pak Edy dapat disimpulkan bahwa orang Katolik harus mampu mengampuni musuh, menjadi motivator bagi orang lain.
   
Bernard Sinaga mengaku bangga sebagai pengikut Kristus. Nasionalis seorang Katolik kata dia dapat ditunjukkan melalui disiplin seperti halnya datang tepat waktu menghadiri ibadah APP serta komitmen. “Ketepatan waktu, komitmen itu harus menjadi ciri khas orang Katolik,”tegasnya.

Membawa dan Menjaga Nilai

Sebagian umat KUB A
Pak Emmanuel Equator yang juga tuan rumah ibadah APP tersebut punya pandangan berbeda. Menurut Emanuel agak berat di zaman sekarang menjadi Katolik yang nasionalis. Banyak regulasi menurutnya parameternya agak tidak jelas serta berbagai urusan seperti urusan perpajakan kita orang Katolik dipersulit. Banyak tantangan yang dialami kelompok minoritas.
   
Menanggapi komentar Emmanuel, Edy menambahkan bahwa kondisi obyektif negara kita itu ada ketimpangan. Pemerintah tidak membela yang kecil, yang minoritas karena takut dengan yang besar atau mayoritas.
   
Melalui pemilu kata Edy tugas kita adalah memilih para caleg yang bisa bicara di forum kewarganegaraan tentang Kristen yang plural. Menghadapi kondisi riil tersebut kata Edy, kita memang kadang diam tapi kadang harus juga bicara.
   
Farida Denura lebih banyak berbagi pengalamannya ketika aktif di ormas PP Pemuda Katolik. Nasionalis, kebangsaan bukan hal baru yang dilakukan di organisasi tersebut. Bahkan menurut Farida organisasi ini pula yang ikut mendeklarasikan Sumpah Pemuda. Organisasi ini pula telah mengkader begitu banyak kader Katolik menjadi pemimpin yang berjiwa nasionalis yang menjaga dan mempertahankan NKRI. Di organisasi tersebut juga diajarkan menjadi 100% Katolik, 100% Indonesia melalui semangat Pro Eclesia Et Patria---Untuk Gereja dan Tanah Air.
   
Kegiatan-kegiatan yang digelar dan sinergi yang dibangun organisasi tersebut pun kata Farida umumnya mengusung semangat nasionalis tersebut.
   
Sementara Yohanes mengatakan bahwa panggilan kita menjadi Katolik itu tidak dengan membawa ritual. “Kita dipanggil untuk membawa nilai, menjadi orang baik, orang jujur. Kita justru malu kalau kita tidak berbuat apa-apa. Ketika kita makin dikekang maka kita tetap menjaga nilai itu,”ungkapnya.
Bu Anny tampak sedang bersaksi.

Anny Novika Ruttyastuti yang biasa disapa Bu Anny berbagi pengalaman suaminya, Elves Fatima Rebelo yang juga seorang birokrat di Pemkot Depok. Anny menuturkan sejak kecil sekolah di negeri sehingga merasa lebih nyaman di gereja. Setelah nikah dengan suami yang juga seorang Pamong Praja, Anny diajari bagaimana hidup bermasyarakat.
   
Suatu ketika, Anny memulai ceritanya, Tuhan memberikan kepercayaan pada suaminya untuk menjadi Sekretaris Kelurahan di Kelurahan Depok yang mayoritas dihuni warga Belanda Depok. Paling tidak menurut Anny Tuhan telah mewujudkan cita-citanya. Ketika itu Pak Lurahnya meninggal dan suaminya akhirnya dipercaya untuk menjadi Pelaksana Tetap (Plt) selama 9 bulan. Mestinya setelah itu diangkat menjadi Lurah. Rupanya Tuhan berkehendak lain, suaminya tidak diangkat menjadi Lurah, jabatan tidak diturunkan, melainkan dipindahkan ke kantor yang baru.
   
Peristiwa itu membuat suaminya terpukul namun berkat istrinya yang beriman dan setia menghibur suaminya tetap tegas. Kata Anny,”Tuhan punya rencana lain di tempat ini dan bukan berarti melenyapkan cita-citamu itu”.
   
Anny mengajak umat KUB A untuk saling menguatkan. Apa yang harus dilakukan untuk masyarakat, mari kita lakukan dan untuk Tuhan mari kita lakukan. Jangan berpikir apa yang kita lakukan itu sia-sia. Kita harus tulus melakukannya. Itu juga menjadi ciri khas kita sebagai  orang Katolik di tengah masyarakat.
   
Sebagai penutup sharing sore itu Yosef Ugie Rachmawan secara singkat mempunyai pandangan yang agak berbeda. “Saya agak berbeda pandangan. Ternyata menjadi nasionalis itu ngga perlu susah. Cukup ikuti Yesus, seluruh perkataan itu sudah menjadi seorang nasionalis.
   
Pada akhirnya Hermanto menyimpulkan hasil diskusi tersebut bahwa sebagai orang Katolik kita mesti menjadi garam dan terang dunia. Juga sebagai agen perubahan (agent of change). Sebagai pemangku jabatan harus berani jujur, kasih, dan tidak korupsi. Kita juga harus memisahkan antara kenegaraan dan agama. Harus juga membawa nilai dan mengikuti Yesus.
   
Acara kemudian dilanjutkan dengan Doa Umat, Doa Harian Prapaskah 2014, Berkat, dan Penutup.
   
Duh, serunya diskusi tersebut sehingga usai kegiatan ibadah, Emmanuel sebagai tuan rumah langsung mengirim pesan di WA Group KUB A,” Bapak/Ibu, terima kasih akan kedatangannya di rumah saya. Kalau ada yang kurang, mohon dimaafkan. Dapat obrolan yang berbobot di Sabtu Seru..hehehe”.
   
Terima kasih juga Pak Emmanuel atas kesediaan memberikan tempat untuk ibadah tersebut. Tuhan memberkati keluarga Pak Emmanuel.(Farida Denura)
   

2 komentar:

  1. meski saya tdk mengikuti pertemuan jrn hrs nganter anak saya ke dokter tp sy merasakan manfaat yg luar biasa dgn membaca blog ini...u menjadi katolik yg nasionalis kita bisa memulai dari lingkungan di sekitar kita, lingkungan kerja kita, dgn mencontohi apa yg tlh diajarkan Yesus antara lain menjadi garam dan terang dunia, mengasihi semua org, mengampuni tanpa batas, dlsb, sbg manusia kdg sulit u itu kita perlu berdoa mhn Roh Kudus berkarya di dlm diri kita dan memampukan kita u bisa menjadi pengikut setia Yesus...amin

    BalasHapus
  2. Saya salut atas partisipasi umat di KUB A sehingga diskusi APP ke3 jadi sangat menarik.Menurut saya ini adalah pertemuan APP yg paling seru dan berbobot..Lanjutkan untuk Katolik & Indonesia hebat he he

    BalasHapus